warisan budaya indonesia
Minggu, 22 Januari 2017
Kamis, 03 April 2014
PRABU JAYABAYA Dari Kediri
Nama Jayabaya sangat populer tidak hanya dikalangan orang tradisional
Jawa, tetapi juga bagi orang Indonesia umumnya, dikarenakan adanya
ramalan kuno yang disebut Jangka Jayabaya, yang ramalannya seputar kemerdekaan Indonesia 1945 – benar.
Indonesia merdeka didahului dengan masuknya tentara Jepang selama 3,5 tahun dengan mengusir kolonialis Belanda yang telah bercokol lebih dari 3.5 abad dinegeri ini. Dengan tepat pula meramalkan siapa Ratu, maksudnya Pemimpin , Presiden pertama R.I dan bagaimana perjalanan perjuangannya. Ramalan yang sering disebut Pralambang Jayabaya ini berlaku sampai dengan tahun 2150-an.
Isi ramalan Jayabaya yang populer adalah :
1. Ramalan tentang perjalanan negara di Nusantara/Indonesia.
2. Sikap ratu/pemimpin yang baik yang seharusnya dilakukan dan sikap jelek yang pantang dilakukan.
3. Contoh perilaku ratu/pemimpin yang bisa jadi panutan.
4. Sikap pamong/priyayi/birokrat dan tingkah laku manusia dimasyarakat pada saat tertentu..
5. Gejolak alam, yaitu berbagai bencana alam termasuk wabah dan penyakit , perubahan iklim dan geologis/geografis.
6. Watak dan tindakan manusia yang mempengaruhi kehidupan secara umum, keadaan negara dan perilaku alam.
Esensi pralambang Jayabaya mengandung nasehat yang bijak, bagaimana manusia bisa hidup selamat sejahtera dengan berkah Tuhan. Tentu harus punya kesadaran yang tinggi, selalu berbuat baik terhadap sesama manusia, mahluk, bumi, alam dan menyadari kodratnya sebagai titah dari Sang Pencipta. Dengan berbudi luhur, manusia akan mengalami kehidupan di jaman Kalasuba, yang serba baik,enak, makmur, tetapi kalau masih saja melanggar norma-norma baku kehidupan seperti moralitas, tata susila , maka masyarakat dan negeri ini akan berada pada jaman Kalabendu, yang serba nista, terpuruk, tidak karuan.Pada saat ini kita tidak mengupas ramalan ini, nanti pada kesempatan lain, karena masih banyak hal yang relevan, yang menarik untuk diketahui.
Siapa Jayabaya?
Tentang siapa sebenarnya Jayabaya, ada beberapa pendapat yang bergulir. Yang jelas, ada persamaan pendapat, beliau adalah Prabu Jayabaya, seorang raja dari Kerajaan Kediri di Jawa Timur .
Ada yang berpendapat , sesuai dokumen sejarah bahwa Prabu Jayabaya adalah salah seorang raja Kediri diabad ke XI, dimana pada masa itu seni sastra , tari dan musik gamelan berkembang pesat.
Sementara itu ada pendapat lain terutama dari kalangan kebatinan bahwa eksistensi Jayabaya adalah diabad ke IV di Kediri, Jawa Timur. Menurut sumber ini, Kediri adalah kerajaan pertama di Jawa. Dari sini berpindah ke Jawa Tengah di Mataram Kuno disekitar Borobudur, Prambanan, lalu pindah lagi ke Jawa Timur di Jenggala, Kediri dan sekitarnya selanjutnya ke Sigaluh, Jawa Barat, lalu pindah lagi ke Jawa Timur yaitu Majapahit. Lalu pindah ke Jawa Tengah , yaitu Demak, Pajang, Mataram, diikuti jaman penjajahan Belanda, Jepang dan Nusantara merdeka.
Sebenarnya, penduduk pulau Jawa sejak jaman kabuyutan (sebelum datangnya pengaruh Hindu yang memperkenalkan sistim kerajaan), baik yang tinggal di Jawa bagian barat, tengah maupun timur itu sama saja. Baru kemudian dalam perkembangannya muncul suku-suku dan pembagian daerah kediaman suku. Sebenarnya asal mulanya satu sebagai orang Jawa, orang yang menempati pulau Jawa.
Penduduk selalu mengikuti ratunya yang memindahkan pusat kerajaan. Pernah di Banten, Pasundan, Mataram, Kediri,Majapahit, penduduk mengikuti ratu membangun negeri. Maklum jumlah penduduk pulau Jawa pada saat itu sedikit sekali. Bekas negeri/kerajaan yang ditinggalkan penghuninya ketempat lain, menjadi hutan kembali. Kalau ada raja atau kepala daerah yang kejam, akan ditinggal pergi oleh kawulanya dan mereka pindah ketempat lain yang lebih baik.
Watak mulia Jayabaya
Semua pihak berpendapat bahwa Prabu Jayabaya sangatlah bijak, kuat tirakatnya dalam mengemban tugas negara. Untuk memecahkan persoalan negara yang pelik, Sang Prabu disertai oleh Permaisuri, Ratu Pagedhongan, disertai puila oleh beberapa menteri terkait, melakukan perenungan di Padepokan Mamenang, memohon petunjuk Gusti, Tuhan.
Perenungan bisa berlangsung beberapa hari, minggu, bisa juga sebulan, sampai mendapatkan jawaban/petunjuk dari Dewata Agung, mengenai langkah yang harus dilakukan demi kebaikan kawula dan negara.
Selama masa perenungan di Mamenang, Raja dan Ratu hanya menyantap sedikit kunyit dan temulawak (tiga buah sebesar jari telunjuk) dan minum secangkir air putih segar yang langsung diambil dari mata air, sehari cukup 2 atau 3 kali. Sedangkan para menteri hanya menyantap semangkok bubur jagung dan secangkir air putih setiap waktu makan.
Setelah mendapatkan jawaban/solusi , Raja dan rombongan kembali ke istana di Kediri.
Sabdo Pandito Ratu
Di istana diadakan Pasewakan Agung , rapat kerajaan yang dipimpin raja, dikesempatan tersebut raja mengumumkan kebijakan yang diambil kerajaan dan yang mesti dijalankan dan ditaati seluruh pejabat dan kawula.
Apa yang diputuskan dan telah diucapkan oleh raja didepan rapat itu, disebut Sabdo Pandito Ratu atau Sabdo Brahmono Rojo, harus diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak termasuk oleh raja sendiri. Jadi , seorang raja/pemimpin itu harus memenuhi janji dan apa yang diucapkan harus ditepati, tidak boleh mencla-mencle , cedera janji.
Ini adalah salah satu falsafah kepemimpinan Kejawen yang sudah dikenal sejak masa kuno.
Jayabaya versi Kebatinan
Jayabaya adalah Raja Kediri, sering diartikan sebagai kelahiran manusia pertama di Jawa, adalah didaerah Kediri , Jawa Timur.
Didaerah ini ada dataran subur , suasananya nyaman untuk dihuni, namanya Pare, dari kata pari , beras, makanan pokok manusia.
Ini merupakan gambaran keberadaan manusia yang lahir dibumi dengan terjamin, karena kondisi alam yang mendukung dan tersedianya makanan. Raja Jayabaya sebelum turun ke mayapada, mewujudkan diri sebagai manusia yang hidup dibumi , adalah Raja Dewa dari kahyangan . sorga, domainnya para dewa-dewi. Raja Dewa itu bernama Wishnu, Raja Dewa kehidupan pelestari jagat. (Sejak masuknya pengaruh Hindu, di Jawa mulai timbul negeri dengan sistim kerajaan, menggantikan “tata pemerintahan” asli yang berupa Kabuyutan , yang pemimpinnya Dewan Pinisepuh, orang-orang tua . Nama-nama Hindu mulai diadopsi, meskipun mereka adalah orang-orang Jawa asli).
Wishnu dari domainnya mengamati bumi dengan seksama, mencari tempat yang nyaman untuk dijadikan kerajaaannya. Dia merasa cocok untuk tinggal di Kediri.
Dewa yang ingin menjadi manusia bumi, harus memenuhi syarat-syaratnya. Seperti diketahui dewa itu tinggal di kahyangan, alamnya dewa, alamnya suksma, spirit, roh, tidak memakai badan fisik, karena berbadan sinar. Sedangkan untuk hidup di bumi, suksma harus “memakai pakaian” yang berujud badan fisik dan eteris atau istilah lokalnya badan kasar dan badan halus.
Badan fisik dan eteris itu berintikan elemen-elemen alam : api, udara, air dan tanah dan itu semua harus dalam keadaan sehat, dengan piranti-pirantinya yang bekerja canggih.
Suksma yang menyatu dengan raga , harus sinergis , semua sistimnya bekerja dengan sempurna, sehingga menjadi manusia hidup yang normal yang mampu berkiprah lahir bathin. Kalau penyatuan suksma dengan raga tidak pas , tidak sempurna , ada yang “korsluit” maka yang mewujud adalah manusia cacat badan, pikiran atau mental.
Untuk terwujudnya/lahirnya manusia yang normal, persyaratannya adalah niat baik, yang diberkahi oleh Sang Suksma Agung, Pencipta Kehidupan. Juga persyaratan hidup dibumi harus dipenuhi sebaik-baiknya.
Manifestasi kehidupan suksma di bumi, lumrahnya dan pada masa kini adalah lewat kelahiran seorang bayi. Bayi yang sehat lahir-bathin yang dilahirkan dari gua garba ibu , setelah berhasil dibuahi bapak.
Sehingga perlu adanya ibu–bapak yang sehat lahir bathin, ciptanya baik dan benar, menyatu dalam rasa dan raga , tumbuhlah janin.
Dengan sepengetahuan Sang Suksma Agung, Tuhan, suksma yang sesuai turun kebumi, mendapatkan pakaian baru berupa raga fisik dan eteris. Lahirlah seorang manusia baru dengan misi yang mesti dilaksanakan didunia.
Pada kenyataannya manusia adalah suksma, spirit , roh yang berbadan raga fisik dan eteris atau raga kasar dan halus. Suksma tidak akan rusak untuk selamanya, kalau badan rusak, suksma akan kembali ke asal-muasalnya keharibaan Sang Suksma Agung, Gusti, Tuhan.
Pemahaman manusia suksma ini jangan dibalik menjadi raga hidup yang bernyawa, seperti yang dianut sementara orang. Akhirnya orang tersebut dalam hidupnya mengutamakan kepentingan raga, ingin selalu mengenakkan raganya sendiri, maka kelakuannya penuh nafsu : mau makan enak, kuasa, kaya duniawi yang egoistis. Mereka lupa kepada misi hidup pokok yang sebenarnya, dibumi malah saling gontok-gontokan dan berkelahi.
Suksma yang berhasil terlahir menjadi bayi, hidup sehat lahir bathin, itu telah melalui perjalanan perjuangan yang maha hebat. Dari beribu-ribu bahkan jutaan benih yang meluncur kegua garba ibu, hanya satu yang berhasil menjadi bayi. Inilah Suksma yang lulus jadi bayi, dia menang, Jaya, terlepas dari segala bahaya - baya dan menjadi bayi manusia - Jayabaya .
Oleh karena itu Jayabaya ada di Kediri, artinya suksma yang jaya hidup Ke dalam Diri-badan manusia..
Inilah pemahaman sejati mengenai terjadinya kehidupan manusia yang sudah sejak dulu merupakan ajaran Kejawen.
Indonesia merdeka didahului dengan masuknya tentara Jepang selama 3,5 tahun dengan mengusir kolonialis Belanda yang telah bercokol lebih dari 3.5 abad dinegeri ini. Dengan tepat pula meramalkan siapa Ratu, maksudnya Pemimpin , Presiden pertama R.I dan bagaimana perjalanan perjuangannya. Ramalan yang sering disebut Pralambang Jayabaya ini berlaku sampai dengan tahun 2150-an.
Isi ramalan Jayabaya yang populer adalah :
1. Ramalan tentang perjalanan negara di Nusantara/Indonesia.
2. Sikap ratu/pemimpin yang baik yang seharusnya dilakukan dan sikap jelek yang pantang dilakukan.
3. Contoh perilaku ratu/pemimpin yang bisa jadi panutan.
4. Sikap pamong/priyayi/birokrat dan tingkah laku manusia dimasyarakat pada saat tertentu..
5. Gejolak alam, yaitu berbagai bencana alam termasuk wabah dan penyakit , perubahan iklim dan geologis/geografis.
6. Watak dan tindakan manusia yang mempengaruhi kehidupan secara umum, keadaan negara dan perilaku alam.
Esensi pralambang Jayabaya mengandung nasehat yang bijak, bagaimana manusia bisa hidup selamat sejahtera dengan berkah Tuhan. Tentu harus punya kesadaran yang tinggi, selalu berbuat baik terhadap sesama manusia, mahluk, bumi, alam dan menyadari kodratnya sebagai titah dari Sang Pencipta. Dengan berbudi luhur, manusia akan mengalami kehidupan di jaman Kalasuba, yang serba baik,enak, makmur, tetapi kalau masih saja melanggar norma-norma baku kehidupan seperti moralitas, tata susila , maka masyarakat dan negeri ini akan berada pada jaman Kalabendu, yang serba nista, terpuruk, tidak karuan.Pada saat ini kita tidak mengupas ramalan ini, nanti pada kesempatan lain, karena masih banyak hal yang relevan, yang menarik untuk diketahui.
Siapa Jayabaya?
Tentang siapa sebenarnya Jayabaya, ada beberapa pendapat yang bergulir. Yang jelas, ada persamaan pendapat, beliau adalah Prabu Jayabaya, seorang raja dari Kerajaan Kediri di Jawa Timur .
Ada yang berpendapat , sesuai dokumen sejarah bahwa Prabu Jayabaya adalah salah seorang raja Kediri diabad ke XI, dimana pada masa itu seni sastra , tari dan musik gamelan berkembang pesat.
Sementara itu ada pendapat lain terutama dari kalangan kebatinan bahwa eksistensi Jayabaya adalah diabad ke IV di Kediri, Jawa Timur. Menurut sumber ini, Kediri adalah kerajaan pertama di Jawa. Dari sini berpindah ke Jawa Tengah di Mataram Kuno disekitar Borobudur, Prambanan, lalu pindah lagi ke Jawa Timur di Jenggala, Kediri dan sekitarnya selanjutnya ke Sigaluh, Jawa Barat, lalu pindah lagi ke Jawa Timur yaitu Majapahit. Lalu pindah ke Jawa Tengah , yaitu Demak, Pajang, Mataram, diikuti jaman penjajahan Belanda, Jepang dan Nusantara merdeka.
Sebenarnya, penduduk pulau Jawa sejak jaman kabuyutan (sebelum datangnya pengaruh Hindu yang memperkenalkan sistim kerajaan), baik yang tinggal di Jawa bagian barat, tengah maupun timur itu sama saja. Baru kemudian dalam perkembangannya muncul suku-suku dan pembagian daerah kediaman suku. Sebenarnya asal mulanya satu sebagai orang Jawa, orang yang menempati pulau Jawa.
Penduduk selalu mengikuti ratunya yang memindahkan pusat kerajaan. Pernah di Banten, Pasundan, Mataram, Kediri,Majapahit, penduduk mengikuti ratu membangun negeri. Maklum jumlah penduduk pulau Jawa pada saat itu sedikit sekali. Bekas negeri/kerajaan yang ditinggalkan penghuninya ketempat lain, menjadi hutan kembali. Kalau ada raja atau kepala daerah yang kejam, akan ditinggal pergi oleh kawulanya dan mereka pindah ketempat lain yang lebih baik.
Watak mulia Jayabaya
Semua pihak berpendapat bahwa Prabu Jayabaya sangatlah bijak, kuat tirakatnya dalam mengemban tugas negara. Untuk memecahkan persoalan negara yang pelik, Sang Prabu disertai oleh Permaisuri, Ratu Pagedhongan, disertai puila oleh beberapa menteri terkait, melakukan perenungan di Padepokan Mamenang, memohon petunjuk Gusti, Tuhan.
Perenungan bisa berlangsung beberapa hari, minggu, bisa juga sebulan, sampai mendapatkan jawaban/petunjuk dari Dewata Agung, mengenai langkah yang harus dilakukan demi kebaikan kawula dan negara.
Selama masa perenungan di Mamenang, Raja dan Ratu hanya menyantap sedikit kunyit dan temulawak (tiga buah sebesar jari telunjuk) dan minum secangkir air putih segar yang langsung diambil dari mata air, sehari cukup 2 atau 3 kali. Sedangkan para menteri hanya menyantap semangkok bubur jagung dan secangkir air putih setiap waktu makan.
Setelah mendapatkan jawaban/solusi , Raja dan rombongan kembali ke istana di Kediri.
Sabdo Pandito Ratu
Di istana diadakan Pasewakan Agung , rapat kerajaan yang dipimpin raja, dikesempatan tersebut raja mengumumkan kebijakan yang diambil kerajaan dan yang mesti dijalankan dan ditaati seluruh pejabat dan kawula.
Apa yang diputuskan dan telah diucapkan oleh raja didepan rapat itu, disebut Sabdo Pandito Ratu atau Sabdo Brahmono Rojo, harus diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak termasuk oleh raja sendiri. Jadi , seorang raja/pemimpin itu harus memenuhi janji dan apa yang diucapkan harus ditepati, tidak boleh mencla-mencle , cedera janji.
Ini adalah salah satu falsafah kepemimpinan Kejawen yang sudah dikenal sejak masa kuno.
Jayabaya versi Kebatinan
Jayabaya adalah Raja Kediri, sering diartikan sebagai kelahiran manusia pertama di Jawa, adalah didaerah Kediri , Jawa Timur.
Didaerah ini ada dataran subur , suasananya nyaman untuk dihuni, namanya Pare, dari kata pari , beras, makanan pokok manusia.
Ini merupakan gambaran keberadaan manusia yang lahir dibumi dengan terjamin, karena kondisi alam yang mendukung dan tersedianya makanan. Raja Jayabaya sebelum turun ke mayapada, mewujudkan diri sebagai manusia yang hidup dibumi , adalah Raja Dewa dari kahyangan . sorga, domainnya para dewa-dewi. Raja Dewa itu bernama Wishnu, Raja Dewa kehidupan pelestari jagat. (Sejak masuknya pengaruh Hindu, di Jawa mulai timbul negeri dengan sistim kerajaan, menggantikan “tata pemerintahan” asli yang berupa Kabuyutan , yang pemimpinnya Dewan Pinisepuh, orang-orang tua . Nama-nama Hindu mulai diadopsi, meskipun mereka adalah orang-orang Jawa asli).
Wishnu dari domainnya mengamati bumi dengan seksama, mencari tempat yang nyaman untuk dijadikan kerajaaannya. Dia merasa cocok untuk tinggal di Kediri.
Dewa yang ingin menjadi manusia bumi, harus memenuhi syarat-syaratnya. Seperti diketahui dewa itu tinggal di kahyangan, alamnya dewa, alamnya suksma, spirit, roh, tidak memakai badan fisik, karena berbadan sinar. Sedangkan untuk hidup di bumi, suksma harus “memakai pakaian” yang berujud badan fisik dan eteris atau istilah lokalnya badan kasar dan badan halus.
Badan fisik dan eteris itu berintikan elemen-elemen alam : api, udara, air dan tanah dan itu semua harus dalam keadaan sehat, dengan piranti-pirantinya yang bekerja canggih.
Suksma yang menyatu dengan raga , harus sinergis , semua sistimnya bekerja dengan sempurna, sehingga menjadi manusia hidup yang normal yang mampu berkiprah lahir bathin. Kalau penyatuan suksma dengan raga tidak pas , tidak sempurna , ada yang “korsluit” maka yang mewujud adalah manusia cacat badan, pikiran atau mental.
Untuk terwujudnya/lahirnya manusia yang normal, persyaratannya adalah niat baik, yang diberkahi oleh Sang Suksma Agung, Pencipta Kehidupan. Juga persyaratan hidup dibumi harus dipenuhi sebaik-baiknya.
Manifestasi kehidupan suksma di bumi, lumrahnya dan pada masa kini adalah lewat kelahiran seorang bayi. Bayi yang sehat lahir-bathin yang dilahirkan dari gua garba ibu , setelah berhasil dibuahi bapak.
Sehingga perlu adanya ibu–bapak yang sehat lahir bathin, ciptanya baik dan benar, menyatu dalam rasa dan raga , tumbuhlah janin.
Dengan sepengetahuan Sang Suksma Agung, Tuhan, suksma yang sesuai turun kebumi, mendapatkan pakaian baru berupa raga fisik dan eteris. Lahirlah seorang manusia baru dengan misi yang mesti dilaksanakan didunia.
Pada kenyataannya manusia adalah suksma, spirit , roh yang berbadan raga fisik dan eteris atau raga kasar dan halus. Suksma tidak akan rusak untuk selamanya, kalau badan rusak, suksma akan kembali ke asal-muasalnya keharibaan Sang Suksma Agung, Gusti, Tuhan.
Pemahaman manusia suksma ini jangan dibalik menjadi raga hidup yang bernyawa, seperti yang dianut sementara orang. Akhirnya orang tersebut dalam hidupnya mengutamakan kepentingan raga, ingin selalu mengenakkan raganya sendiri, maka kelakuannya penuh nafsu : mau makan enak, kuasa, kaya duniawi yang egoistis. Mereka lupa kepada misi hidup pokok yang sebenarnya, dibumi malah saling gontok-gontokan dan berkelahi.
Suksma yang berhasil terlahir menjadi bayi, hidup sehat lahir bathin, itu telah melalui perjalanan perjuangan yang maha hebat. Dari beribu-ribu bahkan jutaan benih yang meluncur kegua garba ibu, hanya satu yang berhasil menjadi bayi. Inilah Suksma yang lulus jadi bayi, dia menang, Jaya, terlepas dari segala bahaya - baya dan menjadi bayi manusia - Jayabaya .
Oleh karena itu Jayabaya ada di Kediri, artinya suksma yang jaya hidup Ke dalam Diri-badan manusia..
Inilah pemahaman sejati mengenai terjadinya kehidupan manusia yang sudah sejak dulu merupakan ajaran Kejawen.
ramalan Prabu JAYABAYA
1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.
4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.
5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
6. Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
13. keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
14. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
15. Ora ngendahake hukum Hyang Widhi--- Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
16. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
17. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
18. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
19. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
20. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
21. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
22. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
23. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
24. Nantang bapa--- Menantang ayah.
25. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
26. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
27. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
28. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
29. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
30. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
31. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
32. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
33. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
34. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
35. Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.
36. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
37. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
38. Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.
39. Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.
40. Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
41. Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.
42. Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan
43. Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.
44. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
45. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang jiwa kepemimpinan.
46. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
47. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
48. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
49. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
50. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang gonta-ganti pasangan.
51. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
52. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
53. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
54. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
55. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
56. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
57. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
58. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
59. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
60. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
61. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
62. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
63. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
64. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
65. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
66. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
67. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
68. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
69. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.
70. Akeh laknat--- Banyak kutukan
71. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
72. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
73. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
74. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
75. Guru disatru---Guru dimusuhi.
76. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
77. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
78. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
79. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
80. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.
4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.
5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
6. Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
13. keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
14. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
15. Ora ngendahake hukum Hyang Widhi--- Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
16. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
17. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
18. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
19. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
20. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
21. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
22. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
23. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
24. Nantang bapa--- Menantang ayah.
25. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
26. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
27. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
28. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
29. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
30. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
31. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
32. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
33. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
34. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
35. Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.
36. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
37. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
38. Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.
39. Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.
40. Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
41. Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.
42. Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan
43. Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.
44. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
45. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang jiwa kepemimpinan.
46. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
47. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
48. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
49. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
50. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang gonta-ganti pasangan.
51. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
52. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
53. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
54. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
55. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
56. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
57. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
58. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
59. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
60. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
61. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
62. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
63. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
64. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
65. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
66. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
67. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
68. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
69. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.
70. Akeh laknat--- Banyak kutukan
71. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
72. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
73. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
74. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
75. Guru disatru---Guru dimusuhi.
76. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
77. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
78. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
79. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
80. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
Rabu, 26 Maret 2014
Dimaharkan Cameti ( pecut Pusaka )
Nama / Dapur : Cemeti
Pamor : Kelengan / Hitam
Panjang : -/+ 30 cm
Tangguh :Mataram
Mahar : 2.000.000
Bila Berminat atau sekedar Tanya - tanya Bisa Hub 085790711176
Dimaharkan Tongkat Lar Bango
Nama / Dapur : Lar Bango
Pamor : Kelengan / Hitam
Panjang : 35 cm
Tangguh :Majapahit
Mahar : 1.500.000
BETHOK
Nama / Dapur : Keris Bethok
Pamor : Kelengan / Hitam
Panjang : -/+ 35 cm
Tangguh : Kamardikan
Mahar : 1.500.000
Bila Berminat atau sekedar Tanya - tanya Bisa Hub 085790711176
Legenda Reog Ponorogo dan Warok
Legenda Reog Ponorogo
Reog
dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan massa dan merupakan saluran
komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah
kemudian membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yang
oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya sebagai sejarah. Adipati
Batorokatong yang beragama Islam juga memanfaatkan barongan ini untuk
menyebarkan agama Islam. Nama Singa Barongan kemudian diubah menjadi
Reog, yang berasal dari kata Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang
bermakna walaupun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila
akhirnya sadar dan bertaqwa kepada Allah, maka surga jaminannya. Selanjutnya
kesenian reog terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Kisah
reog terus menyadur cerita ciptaan Ki Ageng Mirah yang diteruskan mulut
ke mulut, dari generasi ke generasi.
Menurut
legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah Demang Ki Ageng Kutu
Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V.
Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya karena
terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena
itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong (harimau
Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai
harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang
permaisuri. Selain itu agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng
melindunginya dengan pasukan terlatih yang diperkuat dengan jajaran para
warok yang sakti mandraguna. Di
masa kekuasaan Adipati Batorokatong yang memerintah Ponorogo sekitar
500 tahun lalu, reog mulai berkembang menjadi kesenian rakyat.
Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah menggunakan reog untuk
mengembangkan kekuasaannya.
Reog
mengacu pada beberapa babad, Salah satunya adalah babad Kelana
Sewandana. Babad Klana Sewandana yang konon merupakan pakem asli seni
pertunjukan reog. Mirip kisah Bandung Bondowoso dalam legenda Lara
Jongrang, Babad Klono Sewondono juga berkisah tentang cinta seorang
raja, Sewondono dari Kerajaan Jenggala, yang hampir ditolak oleh Dewi
Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono untuk
memboyong seluruh isi hutan ke istana sebagai mas kawin. Demi memenuhi
permintaan sang putri, Sewandono harus mengalahkan penunggu hutan, Singa
Barong (dadak merak). Namun hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para
warok, prajurit, dan patih dari Jenggala pun menjadi korban.
Bersenjatakan cemeti pusaka Samandiman, Sewondono turun sendiri ke
gelanggang dan mengalahkan Singobarong. Pertunjukan reog digambarkan
dengan tarian para prajurit yang tak cuma didominasi para pria tetapi
juga wanita, gerak bringasan para warok, serta gagah dan gebyar kostum
Sewandana, sang raja pencari cinta.
Versi
lain dalam Reog Ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar
tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya,
ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia, Pujangganong. Ketika
pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi
memberi syarat bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu
bersedia menciptakan sebuah kesenian baru. Dari situ terciptalah Reog
Ponorogo. Huruf-huruf reyog mewakili sebuah huruf depan kata-kata dalam tembang macapat Pocung yang berbunyi: Rasa kidung/ Ingwang sukma adiluhung/ Yang Widhi/ Olah kridaning Gusti/ Gelar gulung kersaning Kang Maha Kuasa. Unsur mistis merupakan kekuatan spiritual yang memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.
Warok
Warok
sampai sekarang masih mendapat tempat sebagai sesepuh di masyarakatnya.
Kedekatannya dengan dunia spiritual sering membuat seorang warok
dimintai nasehatnya atas sebagai pegangan spiritual ataupun ketentraman
hidup. Seorang warok konon harus menguasai apa yang disebut Reh
Kamusankan Sejati, jalan kemanusiaan yang sejati.
Warok
adalah pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan antara
kebaikan dan kejahatan dalam cerita kesenian reog. Warok Tua adalah
tokoh pengayom, sedangkan Warok Muda adalah warok yang masih dalam taraf
menuntut ilmu. Hingga saat ini, Warok dipersepsikan sebagai tokoh yang
pemerannya harus memiliki kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit
cerita buruk seputar kehidupan warok. Warok adalah sosok dengan stereotip: memakai kolor, berpakaian hitam-hitam, memiliki kesaktian dan gemblakan.Menurut
sesepuh warok, Kasni Gunopati atau yang dikenal Mbah Wo Kucing, warok
bukanlah seorang yang takabur karena kekuatan yang dimilikinya. Warok
adalah orang yang mempunyai tekad suci, siap memberikan tuntunan dan
perlindungan tanpa pamrih. “Warok itu berasal dari kata wewarah. Warok
adalah wong kang sugih wewarah. Artinya, seseorang menjadi warok karena
mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup
yang baik”.“Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa” (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).
Syarat menjadi Warok
Warok
harus menjalankan laku. “Syaratnya, tubuh harus bersih karena akan
diisi. Warok harus bisa mengekang segala hawa nafsu, menahan lapar dan
haus, juga tidak bersentuhan dengan perempuan. Persyaratan
lainnya, seorang calon warok harus menyediakan seekor ayam jago, kain
mori 2,5 meter, tikar pandan, dan selamatan bersama. Setelah
itu, calon warok akan ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan dan ilmu
kebatinan. Setelah dinyatakan menguasai ilmu tersebut, ia lalu
dikukuhkan menjadi seorang warok sejati. Ia memperoleh senjata yang
disebut kolor wasiat, serupa tali panjang berwarna putih, senjata
andalan para warok. Warok
sejati pada masa sekarang hanya menjadi legenda yang tersisa. Beberapa
kelompok warok di daerah-daerah tertentu masih ada yang memegang teguh
budaya mereka dan masih dipandang sebagai seseorang yang dituakan dan
disegani, bahkan kadang para pejabat pemerintah selalu meminta restunya.
Langganan:
Komentar (Atom)







